Rakyat Butuh Khalifah, Bukan Raja

Daftar Isi

Allah Swt. mengatur bahwa seorang Khalifah dipilih untuk menjalankan syariat (aturan) Islam.

Oleh. Sukaesih
Kontributor Media Siddiq-News 

Siddiq-News.com, OPINI--Dulu di awal munculnya, dia dianggap sebagai "wong ndeso" karena berpenampilan sederhana layaknya rakyat kebanyakan. Rakyat berharap kalau orang sederhana yang jadi presiden, kondisi masyarakat akan lebih diutamakan, karena berasal dari kondisi yang sama, rakyat biasa. Dengan dukungan partai besar dia terpilih melalui pemilu tahun 2014.  

Namun ternyata sistem demokrasi tidak pernah berpihak pada rakyat. Setelah berhasil menjadi presiden, bahkan sampai dua periode, rakyat tetap dalam kesulitan. Janji sebelum pemilu tidak ditepati. Tahun 2014 program yang digadang-gadang adalah Nawacita, tapi di tahun 2024 saat menjelang lengser, yang ada adalah Nawadosa.

Di akhir masa jabatannya, sang presiden berusaha untuk menjadi "Raja Jawa" dengan kekuasaan otoriter. Contoh kebijakan yang otoriter misalnya: Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, serta perubahan undang-undang demi mendorong anaknya sebagai calon wakil presiden dan calon gubernur.  Terlihat jelas semua kebijakan itu bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi kepentingan untuk keluarga dan oligarki.

Semua yang diinginkan presiden bisa terjadi karena sistem politik demokrasi memungkinkan hal itu.  Sistem demokrasi yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) menyuburkan rezim yang otoriter dan represif (Media Umat edisi 365). Dengan dalih mendapat persetujuan rakyat melalui pemilu, penguasa dapat membuat kebijakan sesuai kehendaknya. Tidak ada perasaan takut dosa.

Dia menempuh berbagai cara, tanpa memperdulikan halal-haram untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dan legitimasi setiap kebijakan yang diambilnya. Undang-undang (UU) digunakan juga untuk melemahkan kelompok yang berlawanan dengannya, seperti revisi UU KPK, revisi UU MK, dan revisi UU ITE. Sumpahnya di bawah Al-Qur'an hanya seremonial saja. Kehidupannya jauh dari tuntunan Al-Qur'an. Inilah kenyataan sistem Sekuler Kapitalis.

Presiden bersikap represif terhadap kelompok Islam yang menyuarakan diterapkannya aturan Islam di tingkat individu, masyarakat dan negara. Revisi UU ITE adalah bukti di mana penguasa berlindung di balik pasal-pasal penghinaan, pencemaran nama baik, berita bohong atau radikal.

Tindakan presiden yang otoriter dan represif sesuai dengan teori Machiavelli dalam bukunya "The Prince" di mana tujuan menghalalkan segala cara dalam politik. Menurut Machiavelli, seorang pemimpin harus siap menggunakan seluruh kekuatan, kecerdikan, tipu daya dan manipulasi untuk mempertahankan kekuasaannya. Peminpin yang terlalu moralis (memperhatikan kebaikan), akan mudah dijatuhkan oleh lawan.

Tentu berlawanan dengan sistem Islam bila diterapkan di negeri ini. Sistem Islam mempunyai aturan-aturan yang dapat mencegah penguasa (disebut Khalifah) jadi otoriter dan represif. Aturan-aturan dalam sistem Islam ditetapkan oleh Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur Alam yang sudah pasti adilnya.

Allah Swt. mengatur bahwa seorang Khalifah dipilih untuk menjalankan syariat (aturan) Islam. Khalifah bertanggung jawab untuk mengurusi (raa'in) berbagai kepentingan rakyat dalam seluruh aspek kehidupan, baik bidang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan politik serta melindungi (junnah) rakyatnya dari hal-hal yang mudharat (buruk).

Khalifah terikat dengan ketentuan Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah. Bila melanggarnya, maka Khalifah dapat dimakzulkan (diturunkan dengan paksa).  Dengan demikian, dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan rakyat sesuai syariat menjadi tugas utama Khalifah. Namun rakyat berperan mengawasi kinerja Khalifah dalam melaksanakan amanahnya. Maka akan terwujudlah kesejahteraan rakyat dalam naungan negara Islam yang dipimpin oleh seorang Khilafah.
Wallahualam bissawab. []