Fenomena Ibu Membunuh Anak, Rapuhnya Fitrah Perempuan dalam Sistem Kapitalisme

Daftar Isi

Islam pun tidak mewajibkan perempuan mencari nafkah

Karena tugas mereka adalah sebagai pengelola dan pengatur urusan rumah tangga


Penulis Anastasia S.Pd.

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Ibu adalah jantung kehidupan, kehadirannya bagaikan matahari yang selalu bersinar memberi kehangatan dunia. Sudah sewajarnya, seorang ibu dia akan melakukan apa pun untuk kebahagiaan anak-anaknya. Melindungi dan memberikan kasih sayang dengan setulus hati. Namun, saat Islam hilang dari kekuasaan, telah membuat peran ibu berubah haluan. Islam memandang bahwa, ibu adalah sosok yang fundamental, yang mampu melahirkan generasi hebat penerus estafet kejayaan Islam. Karena posisi mulianya, Islam pun mengganjar pahala menjadi seorang ibu dengan surga. Perempuan pada saat itu,  terdorong untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, menghasilkan generasi unggul. Namun, apa di kata, setelah pergeseran sistem, telah merubah cara pandang manusia terhadap perempuan. 

Apalagi kita saat ini menganut sistem kapitalisme, yang memandang kehidupan ini dengan materi. Sistem kapitalisme melahirkan ekonomi yang menyengsarakan umat manusia,  semua jaminan kehidupan haruslah dicapai dengan materi. Tentu hal ini mendorong manusia melakukan apa saja untuk mampu bertahan hidup. Tak terkecuali, para ibu yang harus keluar rumah mencari cuan. Kuatnya tekanan ekonomi telah mampu menghancurkan fitrah seorang ibu. Sejatinya perempuan makhluk yang sangat lemah, sehingga dengan tekanan  ekonomi dan kewajibannya mengurusi rumah tangga, telah membuat para ibu menjadi lelah dan rapuh. 

Hal jelas, telah membuat para ibu rentan depresi, dan melakukan tindakan kekerasan di luar nalar. Seperti kasus yang terjadi saat ini. 

Akibat mengidap penyakit depresi, seorang ibu, di  Kelurahan Manisrenggo Kecamatan Kota. Telah melakukan penganiayaan terhadap anaknya sendiri, sampai keduanya anaknya harus merenggang kehilangan nyawa, pada Selasa dini hari sekira pukul 03.00 wib. 

Korban atas nama Mohammad Balya (14) dan Binti Nadhiroh (7), keduanya mendapat luka berat pada bagian kepala. Suparmanto sebagai Ketua RT 01 RW 06, telah mengetahui berita ini, sekitar pukul 03.45. diketahui bahwa IN merupakan pelaku, telah membabi buta menganiaya anaknya sendiri.

Ketua RT memberikan keterangan, bahwa yang bersangkutan IN mengalami riwayat depresi. Keluarga tersebut hidup dalam kemiskinan, dan tinggal di rumah sempit, hanya terdapat satu kamar tidur untuk tidur bersama. Suaminya pun, Muhammad Zakaria hanya bekerja serabutan. (Kediritangguh, 3/10/2024). Diketahui IN menganiaya kedua anaknya menggunakan parang saat tertidur.

Ketua KPAI, Susanto, menyebutkan kasus kekerasan terhadap anak sudah sering di setiap tahunnya. Info per Januari 2018 saja, data KPAI, mencatat setidaknya 23 kasus yang dilakukan orang tua kandung maupun kerabat dekat. Dengan cara yang beranekaragam, mulai dari kekerasan fisik, apakah dipukul berkali-kali, disundut rokok, dipasung, disekap, ditendang, diracun, ditenggelamkan, atau bunuh diri bersama-sama. Tentu jumlah data ini belum diperbaharui di tahun berikutnya. 

Terhitung 16 anak meninggal di tangan orang tua atau orang kerabat dekat. Hal ini tidak menutup kemungkinan ada banyak di luar sana yang tidak melaporkan ke KPAI. (Viva.co, 26/03 2018). 

Kejam Ekonomi Kapitalisme, Merusak Fitrah Ibu

Kasus kekerasan yang melibatkan ibu dan anak sepatutnya, tidak bisa dlihat dari satu faktornya. Adanya banyak alasan, yang membuat seorang ibu yang tega menghabisi anaknya sendiri. Terutama kemiskinan. Ibu rumah tangga dari kelompok miskin adalah yang paling menderita secara psikologis, yang tidak mampu menyelesaikan permasalahan mental dan tuntutan ekonomi. Apalagi di tengah kerasnya impitan ekonomi. Bagaimana tidak, tuntutan mengurus rumah tangga yang sebenarnya sudah menguras tenaga dan pikiran. 

Kita tidak bisa melepaskan masalah ini, terkait dengan sistem yang ada saat ini diterapkan. Ekonomi kapitalisme telah menjerat manusia dengan penderitaan. Karena ekonomi ini, yang memberikan kebebasan kepada siapa saja yang bermodal untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Kejamnya sistem ini, telah memberikan keleluasaan bagi swasta atau pemilik modal untuk mengambil alih peran negara dalam memberikan jaminan kehidupan bagi rakyatnya. Parahnya lagi para pemodal telah bekerja sama dengan penguasa untuk melakukan bisnis, apakah dalam bidang kesehatan, pendidikan, atau pun bidang jasa yang lain. Di sisi lain, penguasa telah memberikan pengelolaan sumber daya alam diberikan kepada asing atau pun swasta. Sehingga rakyat, tidak dapat mengambil keuntungan dari melimpahnya kekayaan bangsa ini. Rakyat dibiarkan mempertahankan hidup sendiri tanpa adanya dukungan negara.

Tentu Kondisi ini telah membuat, kaum ibu menjadi tertekan. Fitrahnya telah digadaikan demi mencari cuan. Kita lupa bahwa dipundak ibu, sesungguhnya mereka telah memikul tanggung jawab yang besar. Selain mengurusi anak, mereka pun capek secara fisik. Akhirnya yang terjadi anak kerap menjadi sasaran pelampiasan seorang ibu yang depresi akibat keadaan. Sementara itu, negara telah abai memberikan tanggung jawab dalam melindungi, dan menjamin kebutuhan rakyatnya. 

Ibu Bahagia di Bawah Naungan Islam

Kita tidak mampu lagi untuk menerima kenyataan pahit ini. Ibu yang seharusnya mereka bahagia, dengan fitrah dalam mendidik dan melahirkan generasi hebat. Namun sekarang mereka menjadi palaku kriminal terhadap anak-anaknya. Sistem Islam sangat bertentangan dengan sistem kapitalisme, Islam mewajibkan negara memenuhi semua kebutuhan pokok masyarakat. Negara memberikan pelayanan terhadap sarana pendidikan, kesehatan, dan jaminan kebutuhan ekonomi. Sistem ekonomi Islam, tidak akan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta atau pun pemodal, apalagi memberikan celah kepada mereka untuk mengambil alih peran negara dalam menyelenggarakan urusan umat. 

Islam pun tidak mewajibkan perempuan mencari nafkah. Karena tugas mereka adalah sebagai pengelola dan pengatur urusan rumah tangga. Walaupun terlihat sepele tetapi peran ini sangat luar biasa. Karena mereka mendidik anak-anak, menyelesaikan rumah tangga, yang secara langsung telah membangun fondasi masyarakat. Yaitu, menciptakan individu-individu saleh, dan pemimpin-pemimpin amanah di tengah umat. Dalam pandangan Islam perempuan adalah sosok yang harus dijaga, seperti firman Allah Swt. dalam QS An-Nisa ayat 34 berbunyi: 

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya: "Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) memberikan nafkah dari hartnya...."

Dengan begitu Islam telah menjamin kehidupan yang terbaik bagi keberlangsungan kaum ibu, dengan mengarahkan sesuai dengan fitrahnya. Sehingga perannya mampu bekerja secara optimal. Wallahualam bissawab. []