Anggaran Pendidikan dalam Belenggu Kapitalisme

Daftar Isi

Di saat negara ini memperlihatkan kinerja pendidikan yang jauh dari kata ideal, perkara anggaran pendidikan masih saja menjadi polemik.


Oleh Asriyanti, S.Si

Kontributor Media Siddiq-News 


Siddiq-News.com, OPINI-Sri Mulyani mengusulkan agar sumber anggaran pendidikan diubah dari yang sebelumnya merujuk pada belanja negara menjadi mengacu kepada pendapatan negara. Ia berpendapat bahwa dengan bersandar kepada belanja negara, anggaran pendidikan cenderung untuk mengalami naik-turun. Alhasil banyak pihak yang mengungkapkan akan bahaya dari perencanaan itu dan menolak pendapat menteri keuangan tersebut. Mereka menganggap bahwa peralihan sumber anggaran itu nantinya akan berpotensi untuk menurunkan anggaran pendidikan secara signifikan. 

Sepintas sekalipun gagasan reformasi sumber anggaran pendidikan ini terlihat masuk akal, tetapi sebenarnya berpotensi untuk memicu permasalahan baru. Dapat dilihat misalnya dari anggaran pendidikan yang dialokasikan di tahun 2024 dari belanja negara sebanyak Rp665 triliun. 

Sementara jika mengacu pada pendapatan negara, anggaran pendidikan yang akan tersedia menjadi Rp560,4 triliun. Padahal selama ini dengan anggaran yang mengalir ke bidang pendidikan saja sudah serba kekurangan. Ditambah biaya untuk semua jenjang pendidikan makin mahal setiap tahunnya. Alih-alih mengabulkan permintaan rakyat untuk bisa merealisasikan pendidikan gratis pada jenjang sekolah dasar, dari pihak pemerintah termasuk DPR seolah berusaha menyatukan suara untuk mengubah sumber anggaran pendidikan yang berisiko mengurangi porsi anggaran pendidikan.

Di saat negara ini memperlihatkan kinerja pendidikan yang jauh dari kata ideal, perkara anggaran pendidikan masih saja menjadi polemik. Misalnya saja permasalahan anggaran dari pemerintah ternyata tidak diperuntukkan untuk penyelenggaraan pendidikan saja tetapi terbagi pada beberapa bidang program kementerian yang dinilai berkaitan dengan pendidikan.

Di mana Pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat bersepakat untuk menggunakan cadangan anggaran pendidikan untuk bisa menutupi beberapa program percepatan yang dicanangkan oleh Prabowo, selaku presiden terpilih 2024. Sebagian besar anggaran dialokasikan untuk program makan bergizi gratis yang mencapai Rp71 triliun. Dari sini terlihat kembali bahwa selama ini pemerintah tidak memfokuskan anggaran 20% untuk penyelenggaraan pendidikan. (Tempo.co 10-09-2024).

Hingga saat ini masih banyak persoalan di ranah pendidikan. Di antaranya, tidak meratanya pembangunan sekolah, kurangnya fasilitas pendidikan, biaya pendidikan yang makin mahal serta masalah tenaga pendidik. Hingga sekarang masih cukup banyak kita dengarkan keluhan para kaum guru yang belum bisa menerima upah yang layak. Berbagai pihak kadang menjadikan kurangnya dana anggaran pendidikan sebagai alasan atas terjadinya permasalahan tersebut. 

Meskipun dari APBN sudah dialokasikan 20% untuk pendidikan tetapi kenyataannya masih banyak tantangan yang dihadapi. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh, tidak sedikit juga yang disebabkan penyalahgunaan anggaran pendidikan sehingga dana tidak tersalurkan dengan efektif. Sebelumnya telah diberitakan bahwa serapan dana pendidikan belum tuntas sebagaimana target yang diamanatkan oleh APBN. Hal ini akan menyulitkan terselenggaranya sistem pendidikan yang baik dan merata yang sejatinya menjadi hak mendasar bagi rakyat. 

Sejak awal sistem pendidikan yang dijalankan pun sudah bertolak belakang dengan konstitusi negara yang di dalamnya mengatur bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan wajib untuk mengikuti pendidikan dasar. Namun kenyataannya sistem pendidikan makin buruk dan pendidikan sulit diakses oleh banyak kalangan.

Berbagai persoalan dalam dunia pendidikan selama ini seakan tidak bisa dilepaskan karena semuanya merupakan dampak buruk dari sistem kehidupan yang diterapkan. Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadikan negara hanya sebagai pengatur sehingga berlepas tangan dari pengurusan rakyat.

Negara hanya melahirkan berbagai kebijakan yang mengarah kepada komersialisasi. Hal ini menjadikan penyelenggaraan pendidikan didominasi oleh pihak korporasi. Sehingga, pendidikan menjadi suatu kemewahan yang hanya bisa diakses oleh kalangan tertentu. Di samping itu dengan pengaturan ekonomi kapitalisme, konsep liberalisasi pendidikan menjadikan negara enggan dalam menyediakan anggaran pendidikan yang memadai. Dengan alasan bahwa pelayanan pendidikan akan dialihkan kepada pihak swasta saja.

Negara lebih mendahulukan anggaran untuk proyek yang dianggap lebih menguntungkan mereka. Hal itu disebabkan oleh kesalahan pemerintah dalam mengelola ekonomi dan keuangan negara. Seperti halnya SDA yang dikelola bukan untuk kesejahteraan rakyat. Ditambah lagi beban utang luar negeri yang makin besar.

Semua itu menjadikan ekonomi negara melemah dan berdampak pada anggaran pendidikan. Adanya ketidaksesuaian kinerja pemerintah pusat dengan daerah yang sering kali terjadi akibat kurangnya tanggung jawab pemerintah pusat. Ini mengakibatkan penyelenggaraan sistem pendidikan tidak merata. Termasuk pembagian anggaran pendidikan yang tidak ter manfaatkan dengan baik.

Berbeda dengan Islam yang berpandangan bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi bagi setiap kalangan masyarakat. Sehingga dengan pengaturan Islam, negara dalam hal ini berfungsi sebagai pelayan maka pemerintah akan mengupayakan agar rakyat bisa terpenuhi segala haknya. Pemenuhan hajat hidup berupa pendidikan juga harus terpenuhi dengan benar. 

Selain itu dalam sistem Islam, negara akan mengupayakan agar anggaran tercukupi dan mampu membiayai pendidikan dengan sebaik-baiknya. Bukan hanya dari segi fasilitas tetapi juga pemerataan pendidikan. Sehingga pendidikan bisa terselenggara dengan baik dan bisa diakses rakyat dengan gratis. 

Negara akan mengatur agar pengelolaan sumber daya alam dimanfaatkan untuk semua rakyat, bukan untuk kalangan tertentu saja. Selain itu, negara akan mengandalkan sumber pemasukan yang berasal dari berbagai pos yang sesuai dengan pengaturan ekonomi Islam. Jika negara tidak cukup memiliki dana, para kaum muslim dari golongan orang mampu akan dimotivasi untuk memberikan sumbangan. Hal itu akan meniscayakan negara mampu secara finansial untuk membiayai keperluan berbagai aspek politik negara termasuk dalam aspek pendidikan. 

Negara tidak boleh berharap kepada pihak swasta dalam menjalankan tanggungjawabnya sebagai penjamin pendidikan. Termasuk dalam pengelolaan dananya yang sifatnya terpusat sehingga dana yang disalurkan akan merata hingga ke daerah terpencil.

Pendidikan merupakan sarana dalam merajut peradaban masa depan. Sudah seharusnya negara memosisikan pendidikan sebagai hal pokok yang harus diperhatikan. Dengan penerapan sistem Islam, rakyat akan dijamin haknya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik dengan mengoptimalkan pembiayaan pendidikan. Hal ini sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang sudah terbukti gagal dalam membiayai dan menjamin hak pendidikan rakyatnya. Wallahualam bissawab. []