Produk China Meningkat Drastis, di Tengah Melemahnya Pabrik Tekstil Indonesia

Daftar Isi

Di tengah melemahnya pabrik tekstil saat ini, dan impor yang makin marak membanjiri, perlunya kesadaran dari masyarakat atau konsumen untuk memilah produk yang layak dipakai sesuai ketentuan umat muslim

Selain itu, peran negara ikut andil untuk menyelesaikan kasus ekspor dan impor ini


Penulis Rieke Risdayanti, A.Md.

Muslimah Peduli Generasi


Siddiq-news.com, OPINI -- Telah kita ketahui bahwa ekspor dan impor merupakan kegiatan perdagangan jual beli baik berupa barang atau jasa yang dilakukan antarnegara. Definisi ekspor impor menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, ekspor yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Ketika mengeluarkan barang, negara akan menerapkan pajak terhadap barang atau jasa tersebut. Sedangkan, impor yaitu kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean yang dikenai pungutan bea masuk barang impor, berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan.

Biasanya alasan suatu negara itu melakukan impor karena adanya suatu kebutuhan terhadap produk tertentu yang tidak bisa sama sekali ditemukan atau dipenuhi di dalam negeri sendiri atau misalnya untuk menambah cadangan barang, mengingat hal tersebut dilakukan guna mengurangi potensi devisa dan neraca pembayaran ke luar negeri.

Beda halnya dengan saat ini, yang terjadi impor sangat merajalela, membanjiri, dan kerap meningkat drastis di kalangan Indonesia mulai dari pakaian anak, dan dewasa, pakaian dalam, elektronik, hingga sepatu, dan tas branded ternama yang dijual second (bekas pakai) di Indonesia. Sehingga dampak besar dari impor tersebut yaitu menurunkan daya saing jual beli produk dalam negeri. Kok bisa? Kenapa bisa masuk dan diperdagangkan?

Permasalahan intinya adalah siapa yang paling bertanggungjawab atas lolosnya produk-produk impor itu dari WNA. Saat ini Kemenperin dan Kemendag masih belum bisa satu suara dan jelaskan soal aturan impor tersebut. Logikanya tidak mungkin lolos jika tidak ada perizinan terkait hal tersebut, mengingat adanya kelalaian dalam penegakkan hukum. Walaupun ada satgas yang menjaga pintu masuk pelabuhan besar, tetapi masih ada pesisir pelabuhan tikus lainnya, bahkan mereka sudah menjadi komoditas agar berhasil menyelusup lewati pintu mana saja yang penting bisa masuk Indonesia. Sebut saja bisnis thrifting yaitu bisnis pakaian bekas, tentu saja bisnis ini membawa dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan pengguna.

Indonesia adalah negara yang paling kaya dengan sumber daya alamnya. Indonesia mempunyai pabrik-pabrik tekstil ternama yang bisa menjadi acuan di Indonesia sendiri. Seperti pabrik baju. Padahal mereka menggunakan mesin dan teknologi terkini yang dirancang untuk menghasilkan baju-baju inovasi berbagai bentuk dengan kualitas yang terbaik sesuai standar Indonesia. Namun, mengapa sekarang pabrik-pabrik ini sangat melemah bahkan sebagian pabrik gulung tikar dan memberhentikan para karyawannya. Semenjak impor baju yang membanjiri Indonesia, kalangan konsumen lebih beralih kepada produk luar negeri. Alasannya karena produk tersebut mudah didapat melalui medsos, e-commerce, harga terjangkau, bermerk dan ternama, hingga model-model yang kekinian dan lebih bervariasi. 

Ketahuilah, bahwasanya Islam telah memperbolehkan jual beli. Akan tetapi, beda halnya dengan saat ini konsumen sudah tercampuri dengan sekularisme dan liberalisme. Memisahkan agama dari kehidupan, sehingga lebih banyak meniru cara berpakaian layaknya bangsa asing yang non muslim dibanding pakaian syar'i sesuai ketentuan muslim. Mereka menganggap bahwa perihal pakaian itu hanya sebatas menutup tubuh.

Di tengah melemahnya pabrik tekstil saat ini, dan impor yang makin marak membanjiri, perlunya kesadaran dari masyarakat atau konsumen sendiri untuk memilah produk yang layak dipakai sesuai ketentuan umat muslim. Selain itu, peran negara ikut andil untuk menyelesaikan kasus ekspor dan impor ini agar tidak mengalami kecolongan yang mengakibatkan kerugian serta berdampak negatif di dalam negeri. Wallahualam bissawab. []