Penyediaan Alat Kontrasepsi Bukti Negara Makin Liberalisasi

Daftar Isi

Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku

Kebebasan dalam bertingkah laku akan membawa kerusakan pada masyarakat


Yeni Marlina, A.Ma

Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis Dakwah


Siddiq-news.com, OPINI -- Negara harusnya menjadi rumah besar bagi seluruh warga negara yang hidup dalam lindungannya. Sejatinya tugas utama negara melakukan pengurusan berbagai kepentingan umat. Memastikan berbagai kebutuhan mereka terpenuhi dan tercukupi dengan baik. Mulai dari kebutuhan pokok (asasiyah) hingga kebutuhan pelengkap (kamaliyah). Termasuk kebutuhan yang menjadi hajat masyarakat umum, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. 

Kesehatan merupakan kebutuhan setiap warga negara. Ketersediaan layanannya menjadi tanggung jawab negara. Termasuk layanan masyarakat agar menjaga kesehatan reproduksi yang menjadi ranah vital untuk diperhatikan. Tentunya layanan kesehatan reproduksi yang dimaksud adalah bagi masyarakat dengan batasan usia dan kondisi tertentu. Misalnya masyarakat yang sudah menikah baik laki-laki ataupun perempuan masing-masing memiliki kebutuhan dalam menjaga kesehatan reproduksi. Merencanakan keluarga bahagia dengan mengatur kelahiran generasi berkualitas, sehat dan terdidik. Negara akan mengatur mekanisme layanan tersebut agar mudah diakses masyarakat.

Namun sayang, yang terjadi hari ini sebaliknya, bentuk layanan yang menuai banyak pro kontra. Kebijakan negara yang berdampak menghantarkan kerusakan dalam pengaturan reproduksi dan kehidupan sosial masyarakat. Sebagaimana hasil keputusan pemerintah yang mengesahkan PP Nomor 28 tahun 2024.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam Pasal 103 disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. (tempo.co/01-08-2024)

PP yang terdiri dari 1172 pasal dengan penjelasan sebanyak 172 halaman, berisi beberapa pasal krusial yang mengarah pada legalisasi seks bebas alias zina khususnya dikalangan usia sekolah dan remaja.

Sebagai indikasi adanya pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling dan penyediaan alat kontrasepsi.

Kewajiban menyediakan layanan kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku. Kebebasan dalam bertingkah laku akan membawa kerusakan pada masyarakat. Klaim aman makin meneguhkan bahwa negeri ini makin liberal dan sekuler yang mengabaikan peran agama. Walhasil akan menghantarkan masyarakat pada kehidupan sekuler, baik dalam sistem pendidikan, sosial, menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan.

Legalisasi penyediaan alat kontrasepsi ini akan mendorong para pelaku kebebasan seksual tumbuh subur. Terlebih lagi untuk pelajar usia SD, SMP ataupun SMA sebagai kategori remaja. Gayung bersambut dengan kehidupan sosial di dunia remaja yang bebas tanpa batas aturan pergaulan sesuai syariat. Keran Liberalisasi yang dibuka negara menjadi peluang besar makin merusak tatanan sosial. Inilah ciri negara Kapitalis yang menerapkan hukum berbasis aturan akal manusia. Sekularisasi yang memisahkan agama dari kehidupan melahirkan produk Liberalisasi di berbagai lini, termasuk solusi menjaga kesehatan reproduksi. Ditambah tak adanya sanksi hukum yang tegas bagi pelaku seks bebas.

Berbeda dengan Islam, Islam mengharamkan pergaulan bebas yang menghantarkan pada perzinahan. Negara akan menjaga dan melindungi generasi dari perilaku liberal. Islam mewajibkan negara untuk membangun kepribadian Islam pada setiap individu melalui edukasi dan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Baik secara sarana maupun prasarana yang akan menghantarkan tercapainya tujuan generasi beriman dan takwa. Perilaku liberal dicegah dengan penerapan sanksi yang tegas, berfungsi sebagai jawazir (efek jera) dan jawabir (penebus siksa akhirat).

"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin." (TQS an-Nur: 2)

Menerapkan hukum sesuai syariat adalah kewajiban negara. Sehingga siapapun akan berpikir untuk melanggar aturan. Apalagi kalangan remaja, generasi yang patut dijaga dari pergaulan bebas dan menyimpang.

"Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk"(TQS al Isra': 32)

Jadi, peran negara dalam memberikan layanan kesehatan tidak salah sasaran. Pemimpin negara yang memiliki visi ri'ayah (pelayan) umat adalah suatu keniscayaan. Umat membutuhkan edukasi agar bisa melakukan koreksi terhadap kesalahan dan pelanggaran syariat oleh negara. Islam mengajarkan bahwa seorang pemimpin

(Imam/Khalifah) berkewajiban untuk menjaga atau memelihara umatnya, agar mendapatkan segala manfaat dan terhindar dari segala mudharat (bahaya). Pemimpin Islam diumpamakan bagaikan seorang penggembala bagi gembalaannya. Sabda Nabi saw.:

Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyatnya).” (HR Bukhari dan Muslim).

Umat mendambakan sosok pemimpin yang melindungi generasi dari berbagai kerusakan. Saatnya tinggalkan sistem kapitalisme yang melahirkan generasi dan pemimpin yang liberal. Hanya sistem Islam satu-satunya terbukti selama 13 abad menjadi peradaban mulia bagi kehidupan manusia di bawah naungan syariat Islam secara kafah dengan institusi Daulah Khilafah. []