Negara Gagal Menjamin Makanan Halal dan Tayib bagi Rakyatnya
Munculnya produk-produk berpemanis tinggi di pasaran Indonesia merupakan cerminan sistem kapitalis yang mengutamakan profit
Industri makanan dan minuman sering kali mengabaikan aspek kesehatan
Penulis Fitriani SKM
Aktivis Dakwah
Siddiq-news.com, OPINI -- Dalam beberapa waktu terakhir, publik dihebohkan dengan meningkatnya jumlah anak yang harus menjalani cuci darah. Fenomena ini memicu kekhawatiran masyarakat akan meningkatnya kasus penyakit ginjal pada anak.
Saat ini, Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI justru menyoroti gaya hidup anak-anak yang makin tidak baik, sehingga kasus-kasus diabetes, obesitas, dan gagal ginjal naik. dr Piprim menambahkan, IDAI telah melakukan survei kepada remaja dan ditemukan bahwa 1 dari 5 anak berada dalam kondisi hematuria dan proteinuria (health.detik, 31/07/2024).
Lonjakan kasus gagal ginjal akut pada anak merupakan masalah kesehatan yang serius dan kompleks. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena ginjal merupakan organ vital yang berfungsi menyaring limbah dari darah. Ketika ginjal tidak berfungsi dengan baik, maka limbah akan menumpuk dalam tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ lainnya.
Sistem Kapitalisme dan Prioritas Profit
Kemunculan produk berpemanis tinggi di pasaran Indonesia merupakan cerminan dari sistem kapitalis yang mengutamakan profit. Industri makanan dan minuman sering kali mengabaikan aspek kesehatan, terutama pada anak-anak, dengan menambahkan gula berlebih yang jauh melebihi batas aman. Fenomena ini bertentangan dengan konsep halal dan tayib yang menjunjung tinggi kualitas dan keamanan pangan. Ketidaktegasan negara dalam menetapkan standar keamanan pangan yang ketat telah membuka celah bagi praktik bisnis yang tidak bertanggungjawab. Akibatnya, masyarakat, terutama anak-anak, makin rentan terhadap penyakit akibat konsumsi gula berlebih. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dan sanksi tegas bagi produsen yang melanggar aturan.
Peran penting negara adalah memastikan seluruh produk pangan yang beredar memenuhi standar halal, serta ketersediaan makanan yang aman, bergizi, dan halal bagi masyarakat. Memilih makanan harus mempertimbangkan tidak hanya tren, rasa, dan harga, tetapi juga aspek halal dan tayib. Mengabaikan kesehatan dan keamanan pangan dapat berdampak serius pada kesehatan masyarakat dan perekonomian negara.
Meningkatnya konsumsi makanan olahan tidak sehat memicu lonjakan penyakit kronis, yang menyebabkan penderitaan individu dan menjadi beban bagi sistem kesehatan nasional. Penggunaan bahan aditif makanan berlebihan dapat meningkatkan alergi, terutama pada anak-anak, yang menyebabkan pekerja sakit dan mengurangi produktivitas perusahaan, merugikan perekonomian negara. Produksi makanan olahan berlebihan berdampak buruk pada lingkungan, memperburuk kerusakan akibat penggunaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan dan limbah yang berlebihan. Ini akan berdampak pada generasi mendatang dan menimbulkan biaya lingkungan besar.
Islam dalam Menjamin Pangan Halal dan Tayib
Islam tidak hanya sebatas agama, tetapi juga menjadi sistem kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal konsumsi makanan.
Allah Swt. berfirman :
اَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai manusia, makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya ia bagimu musuh yang nyata." (QS Al-Baqarah: 168).
Pelanggaran terhadap perintah ini dapat berdampak signifikan, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat, dampaknya akan menambah dosa, kerusakan kesehatan, rezeki yang tidak berkah, dan hukuman di akhirat. Memelihara kehalalan makanan adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dengan menjaga kehalalan makanan, kita tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga menjaga kesehatan tubuh dan mendapatkan keberkahan dalam hidup. []