Wacana Dokter Asing, Sinyal Kapitalisasi Kesehatan

Daftar Isi

Maka wacana mendatangkan dokter asing sangat kuat membawa aroma kapitalisme

Di mana sudah bisa dipastikan rakyat harus membayar lebih mahal ketika berobat kepada dokter-dokter asing ini


Penulis Siami Rohmah 

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Ramai dukungan diberikan kepada dokter Budi Santoso, dukungan muncul dilatarbelakangi pemberhentiannya dari jabatan sebagai Dekan FK Unair. Pemberhentian diputuskan setelah dokter Budi menyampaikan penolakan  terhadap wacana pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Meskipun akhirnya Budi Santoso sudah diangkat kembali menjadi Dekan.(CNN Indonesia)

Sementara pihak pemerintah, melalui Menteri Kesehatan, Budi Sadikin Gunadi menyampaikan alasan wacana menghadirkan dokter asing, yaitu memiliki misi utamanya menyelamatkan 12 ribu nyawa bayi yang baru lahir yang beresiko meninggal karena mengalami kelainan jantung bawaan. Selain itu Budi Sadikin juga menyampaikan kekurangan Indonesia pada dokter spesialis, khususnya dokter gigi. (Antara)

Salah satu alasan hebohnya  penolakan kehadiran dokter asing adalah kekhawatiran akan terjadinya persaingan antara dokter asing dan lokal. Namun hal ini juga dibantah oleh Menteri Kesehatan. Menkes berpendapat tidak akan terjadi persaingan. 

Rencana mendatangkan dokter dari luar memang terkesan aneh. Setelah sebelumnya pemerintah mendorong masyarakat untuk berobat di dalam negeri, tidak perlu ke luar negeri. Selain itu negeri ini memiliki SDM yang sangat besar, terkait tenaga dokter sudah banyak kampus-kampus yang memiliki fakultas kedokteran, yang akan meluluskan dokter-dokter baru. Jika wacana dokter asing terlaksana, lalu bagaimana dengan  lulusan dokter yang begitu banyak dan telah menempuh pendidikan dengan biaya tidak sedikit, bahkan sangat mahal, UKT yang terus naik setiap tahun.

Namun, ketika kita melihat aturan yang melatarbelakangi kebijakan di negeri ini, utamanya terkait dengan kesehatan, wacana mendatangkan dokter asing akan menjadi sebuah kebijakan yang tidak aneh. Pasalnya setelah terbit UU No. 40 Tahun 2004 terkait Sistem Jaminan Kesehatan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilepaskan dari pemerintah kepada BPJS. Asih dan Miroslaw dari GTZ ( Herman Technical Cooperation), sebuah LSM yang telah aktif membidani lahirnya JKN menyebutkan, "Ide dasar jaminan kesehatan sosial adalah pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan dari Pemerintah kepada institusi yang memiliki kemampuan tinggi untuk membiayai pelayanan kesehatan atas nama peserta jaminan sosial." (sjsn.menkokesra)

Selain itu seluruh anggota WHO pada tahun 2005 telah menandatangani resolusi tentang UHC (Universal Health Cocerage), yaitu agar semua negara anggota mengembangkan sistem pembiayaan kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat. Maksud dari pembiayaan ini jelas yaitu asuransi yang melibatkan perusahaan pemerintah dan swasta kapitalis. Dari sini jelas bahwa rencana liberalisasi kesehatan memang sudah menjadi arah kebijakan sejak lama.

Dengan aturan ini, pemerintah tidak hanya melepaskan tanggung jawabnya terkait kesehatan rakyat, tapi juga membuka kesempatan besar bagi pemilik modal, para kapitalis, untuk berbisnis di sektor kesehatan. Meliputi asuransi, fasilitas kesehatan, farmasi, alat kesehatan, jasa tenaga kesehatan. Sehingga tidak heran jika kesehatan menjadi perkara yang mahal. Maka wacana mendatangkan dokter asing sangat kuat membawa aroma kapitalisme. Di mana sudah bisa dipastikan rakyat harus membayar lebih mahal ketika berobat kepada dokter-dokter asing ini.

Sesungguhnya, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan publik bagi masyarakat layaknya pendidikan dan keamanan di samping kebutuhan individu lainnya (sandang, pangan, papan). Di mana pemenuhan kebutuhan ini merupakan kewajiban bagi negara. Maka negara harus berupaya memenuhi kebutuhan ini, sehingga seluruh masyarakat bisa mengakses layanan kesehatan, termasuk mengupayakan sarana dan prasarana. Salah satunya ketika tenaga kesehatan belum mampu, misalkan dokter spesialis, maka harus mengupayakan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang ada, agar bisa belajar, yang akhirnya mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Bukan mengambil cara instan dengan mendatangkan dokter asing.

Tanggung jawab pemenuhan kebutuhan kesehatan pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Diriwayatkan serombongan orang dari Kabilah 'Urainah telah masuk Islam, kemudian jatuh sakit di Madinah. Rasulullah sebagai kepala negara mengizinkan tinggal di penggembalaan unta baitulmal di dekat Quba'. Mereka dibolehkan minum air susunya sampai sembuh (HR Bukhari dan Muslim).

Selain itu Zaid bin Aslam pernah menuturkan, kakeknya pernah berkata, "Aku pernah sakit parah pada masa Umar bin Khattab, lalu Khalifah Umar memanggil dokter untukku." (HR Al Hakim, Al Mustadrak, IV/7464).

Dari sini jelas bagaimana Islam mencontohkan pelayanan negara akan kesehatan untuk rakyatnya. Tidak menyerahkan kepada swasta atau kepada rakyat sendiri. Negara tidak mengambil keuntungan, tapi dengan tulus karena dorongan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, memenuhi tanggung jawab sebagai pemimpin. Sadar betul bahwa pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan-kebijakan yang diterapkan kepada rakyat. Pemimpin seperti ini hanya akan kita jumpai ketika aturan yang diterapkan adalah aturan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., yaitu Islam. Maka solusi atas ruwetnya masalah kesehatan di negeri ini tak lain dan tak bukan adalah kembali menerapkan aturan yang sudah Allah turunkan dan Rasulullah contohkan. Wallahualam bissawab.

"Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus" (HR Al Bukhari)