Suicide Rate Mengkhawatirkan, Kapitalisme Gagal Menjamin Kesehatan Mental Rakyat

Daftar Isi

Tingkat bunuh diri yang tinggi menjadi bukti masyarakat sakit dalam dekapan sistem sekularisme-kapitalisme

Nyata, bahwa sekularisme yang dibangun dari fondasi pemisahan agama dari kehidupan makin menggerus iman seseorang


Penulis Jannatu Naflah

Praktisi Pendidikan


Siddiq-news.com, ANALISIS --  Meningkatnya kasus bunuh diri makin mengkhawatirkan. Menjadi indikator bahwa kesehatan mental rakyat tidaklah baik-baik saja. Bukti, sungguh pelik hidup dalam naungan sistem kapitalistik. Alih-alih menemukan solusi bagi segunung problematika kehidupan, faktanya kehidupan rakyat makin sulit. Sedihnya, tak sedikit orang yang putus asa sehingga memilih bunuh diri.

Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri mencatat suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali mencapai 3,07 berdasarkan laporan kasus bunuh diri sepanjang 2023. Angka ini menempatkan Bali sebagai provinsi dengan tingkat bunuh diri tertinggi di seluruh Indonesia. 

Dari data Pusiknas Polri, ada 135 kasus bunuh diri di Bali pada 2023. Jika dibandingkan dengang jumlah penduduk yang berkisar 4,3 juta jiwa, angkat tersebut jelas tergolong tinggi. Diketahui, tingkat bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. (detik, 30/06/2024).

Berdasarkan data Pusiknas Polri, angkat bunuh diri di Indonesia mencapai 1.226 jiwa dari 1 Januari sampai 15 Desember 2023. Jika dirata-rata, setidaknya 3 orang melakukan aksi bunuh diri setiap hari. Angka ini pun naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 902 jiwa.

Pusiknas Polri pun mencatat bahwa angka bunuh diri di Indonesia sejak tahun 2018 hingga 15 Desember 2023 mencapai 3.618 kasus. Secara nasional, Polda Jawa Tengah menempati urutan pertama sebanyak 1.557 kasus, Polda Jawa Timur sebanyak 688 kasus, dan Polda Bali sebanyak 512 kasus. (kompas, 14/03/2024).

Kasus bunuh diri tercatat ini ibarat fenomena gunung es. Sebab, tidak sedikit kasus bunuh diri yang tidak dilaporkan bahkan cenderung ditutup-tutupi. Tidak heran, jika jumlah riil kasus bunuh diri ini diperkirakan lebih dari tiga kali lipat dari kasus yang dilaporkan.

Menurut hasil riset bertajuk ”Indonesia’s First Suicide Statistics Profile: An Analysis Of Suicide And Attempt Rates, Underreporting, Geographic Distribution, Gender, Method, And Rurality” yang terbit Februari 2024 lalu menemukan bahwa Indonesia memiliki tingkat bunuh diri tidak tercatat tertinggi di dunia, yakni sebesar 859,10 persen.

Dalam laporan yang sama juga disebutkan bahwa provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi adalah Bali, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Kalimantan Tengah. Sementara itu, menurut analisis gender terdapat rasio 1:2,11 antara kasus bunuh perempuan dan laki-laki. Di samping itu, tercatat angka bunuh diri di pedesaan terjadi 4,47 kali lebih tinggi daripada angka bunuh diri di perkotaan. (kompas, 14/03/2024).

Tingginya tingkat bunuh diri merupakan puncak dari persoalan kesehatan mental masyarakat. Nyata bahwa gerakan revolusi mental yang dikampanyekan gagal untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang katanya berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang menyala-nyala. Faktanya, masyarakat saat ini terjangkiti mentalitas yang rapuh lagi lemah, yang tak tahan banting menghadapi peliknya kehidupan dalam pusaran sekularisme-kapitalisme.

Tingkat bunuh diri yang tinggi menjadi bukti masyarakat sakit dalam dekapan sistem sekularisme-kapitalisme. Nyata, bahwa sekularisme yang dibangun dari fondasi pemisahan agama dari kehidupan makin menggerus iman seseorang. Tergerusnya iman dalam diri inilah yang kerap mengantarkan seseorang menjadi putus asa bahkan depresi, karena menghadapi persoalan hidup yang kian sulit. Bunuh diri sebagai jalan pintas pun tak ayal lagi kerap dipilih.

Selain itu, kapitalisme yang lahir dari rahim sekularisme sukses mencetak masyarakat yang individualistis dan problematik. Masyarakat yang terkikis rasa empati dan pedulinya sehingga hilang rasa peka terhadap berbagai masalah yang tengah menimpa orang-orang di sekitarnya. Masyarakat cuek yang tak peduli dengan persoalan orang-orang di sekitarnya.

Yang lebih miris, kapitalisme yang berorientasi materi juga sukses membuat negara abai terhadap masalah individu rakyat. Sebab, dalam paradigma kapitalisme, negara merupakan regulator bagi kepentingan kapitalis, bukan pengurus dan perisai bagi rakyat. Maka wajar jika negara terus melahirkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan para pemilik modal, sedangkan rakyat terus menjadi objek yang diperas keringatnya hingga titik darah penghabisan.

Sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis riba juga mengambil andil besar bagi kesengsaraan rakyat. Sebab, alih-alih menyejahterakan rakyat, sistem ekonomi berbasis riba ini justru mendorong rakyat ke dalam jurang utang yang berujung fatal. Ironisnya, demi lepas dari jeratan utang, beragam cara pun dilakukan tak peduli halal atau haram. Bunuh diri pun dipilih karena tak menemukan jalan keluar.

Sistem pendidikan sekuler juga makin sukses mencetak generasi bangsa yang makin jauh dari syariat. Alih-alih taat, generasi yang lahir justru minim iman dan gemar memilih cara instan. Generasi yang memiliki mentalitas setipis tisu, yang tidak tahan dihantam problematika kehidupan. Sehingga mudah terjangkiti penyakit mental karena kehilangan kesadaran hubungan dengan Sang Pencipta. Kualitas keimanan dan ketakwaan individu yang rendah inilah yang membuat tingkat bunuh diri makin tinggi.

Mencegah kasus bunuh diri rasanya mustahil terwujud dalam naungan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menawarkan solusi tambal sulam yang mustahil menuntaskan tingkat bunuh diri di tengah masyarakat. Alih-alih mampu menjaga kewarasan, sistem ini justru melahirkan persoalan kesehatan mental. Jelas bahwa sistem yang jauh dari fitrah mustahil mampu menjaga akal, jiwa, dan raga manusia. Hal ini sungguh sangat kontras andai sistem Islam diterapkan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan.

Dalam paradigma Islam, tindakan bunuh diri jelas dilarang oleh syariat. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim harus memiliki keyakinan bahwa segala ketetapan Allah Swt. niscaya selalu membawa kebaikan, sekalipun dalam bentuk yang dibenci oleh hamba-Nya. Sungguh Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (TQS An-Nisa [4]: 29).

Tingkat bunuh diri yang makin tinggi niscaya dapat dicegah dan dihentikan andai sistem Islam diterapkan secara paripurna. Sebab, penerapan sistem Islam dalam institusi negara mewajibkan negara bertanggungjawab mengurus dan memelihara kepentingan rakyat, baik fisik maupun psikisnya. Alhasil, kesejahteraan rakyat tidak hanya sekadar terpenuhinya kebutuhan jasmani, tetapi juga terpeliharanya kesehatan mental rakyat.

Penerapan Islam secara komprehensif dalam bingkai negara niscaya akan membentuk fondasi keimanan individu yang kokoh. Sehingga setiap individu memiliki modal besar dan pedoman utama guna mengarungi samudera kehidupan, yakni takwa dan tawakal. Sementara, kebahagiaan tertingginya adalah teraihnya keridaan Allah Swt..

Penerapan Islam secara komprehensif ini juga akan melahirkan masyarakat yang memiliki rasa empati dan peduli tinggi. Peka terhadap segala persoalan umat, termasuk persoalan orang-orang di sekitarnya. Sebab, Islam mengajarkan manusia untuk menumbusuburkan amar makruf nahi mungkar sebagai wujud kepedulian terhadap segala problematika umat. Sehingga kontrol masyarakat terhadap masalah keumatan pun terus terjaga.

Dalam kehidupan bernegara, Islam memiliki fondasi bagaimana penguasa harus membangun kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Misal, dalam bidang ekonomi, negara wajib mewujudkan sistem ekonomi Islam yang mencegah dan menghapus segala praktik riba yang mendatangkan petaka. Di sisi lain, negara wajib mengelola sumber daya alam sebagai harta kepemilikan umum yang hasilnya didistribusikan sebesar-besarnya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Di bidang pendidikan, negara merancang kurikulum pendidikan berasaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan pun diarahkan untuk membentuk individu yang berkepribadian islami, yakni individu yang menjadikan syariat sebagai standar dalam berpikir dan bersikap. Penanaman akidah dan tsaqafah Islam dalam sistem pendidikan Islam niscaya akan menumbuhsuburkan kepribadian islami dalam diri individu Muslim. Sehingga tidak hanya siap terikat dengan hukum syarak, tetapi juga siap mendakwahkan dan memperjuangkan Islam.

Maka sebuah keniscayaan dalam naungan sistem Islam lahir generasi problem solver, yakni generasi yang telah selesai dengan dirinya. Generasi yang memberikan penyerahan total terhadap segala solusi problematika hidupnya hanya kepada Allah Swt. semata.

Penuh keyakinan bahwa dengan menolong agama Allah Swt. niscaya Allah Swt. akan memberikan solusi terbaik bagi segala persoalan. Sangat sadar bahwa sejatinya hanya perniagaan dengan Allah Swt. yang mampu memberikan keuntungan hakiki. Begitulah karakter individu-individu Muslim dalam naungan sistem Islam. Bertakwa dan berkualitas. Setegar batu karang dan sekokoh baja dalam menghadapi segala problematika kehidupan.

Inilah kecemerlangan sistem Islam dalam mencegah dan menghentikan tingginya tingkat bunuh diri. Negara benar-benar menjalankan perannya sebagai ra'in (pengurus) dan junnah (perisai) bagi rakyat. Tidak heran jika individu pun makin taat, sedangkan masyarakat makin sehat. Sungguh sangat berbeda dalam naungan sistem kapitalisme saat ini yang melahirkan individu problematik, penyebab masyarakat sakit. Wallahu'alam bishshawab.