Pinjol Untuk Kuliah, Suramnya Kapitalisme Pendidikan

Daftar Isi

Jaminan pendidikan adalah hak yang sudah semestinya diberikan negara kepada warganya

Islam telah menetapkan bahwa penguasa wajib menyediakan layanan pendidikan itu secara cuma-cuma


Oleh Intan A.L

Pegiat Literasi


Siddiq-news.com, OPINI -- Pendidikan merupakan salah satu kunci menumbuhkan manusia yang berakal sekaligus sebagai salah satu modal terciptanya peradaban yang kuat. Albert Einstein menyebutkan, “Begitu Anda berhenti belajar, Anda mulai sekarat.” Artinya belajar adalah harga mati hingga berhenti darinya diumpamakan seperti kematian. Tak heran segelintir orang berusaha keras meraih pendidikan setinggi mungkin, tak terkecuali mengenyam bangku perkuliahan.

Biaya yang tak sedikit dalam menempuh pendidikan menjadi tantangan tersendiri. Barangkali karena itulah, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan ide tak biasa, supaya mahasiswa membayar uang kuliah tunggal (UKT) memanfaatkan pinjaman online (pinjol) jika kesulitan keuangan. (kompas, 09/07/2024). 

Pernyataan seperti ini cukup mencengangkan, pasalnya selepas lulus SMA, pelajar didorong untuk berutang demi kuliah. Lantas, tak ada jaminan begitu lulus mereka bisa segera mendapatkan pekerjaan guna melunasi utangnya. Terlebih, sebagai fresh graduate lazimnya gaji yang ditawarkan masih dalam kisaran minimal. Padahal, nominal pinjol akan terus membesar mengingat ada bunga yang juga harus dibayarkan. Alih-alih fokus belajar, mahasiswa akan dikejar-kejar utang dan dihantui bunga membengkak sampai mendapatkan pekerjaan pasca kelulusan.

Potret suram pendidikan seperti ini malah menampakkan betapa negara lepas tangan terhadap jaminan pendidikan. Tingginya pembiayaan pendidikan tidak dapat diatasi oleh negara. Kesenjangan makin terasa, si kaya leluasa menempuh pendidikan tinggi sedang si miskin harus terlilit pinjol demi mengenyam pendidikan tinggi. Mekanisme seperti ini tak ubahnya menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan yang hanya dapat dibeli oleh mereka yang punya uang. Tak ada jaminan dan peran negara yang mengayomi rakyatnya. 

Inilah paradigma kapitalisme yang hanya menghitung untung rugi dalam mengatur urusan rakyat. Hal ini sangat berbahaya karena akan memperbesar mereka yang berhenti dalam menempuh pendidikan. Apalagi mengutip data Kemendagri, jumlah penduduk yang mengenyam bangku kuliah hanya ada sekitar 6,52 persen (liputan6, 08/01/2024). 

Mahalnya pembiayaan akan ditambah dengan masalah utang pendidikan, ini makin menunjukkan suramnya dunia pendidikan di masa akan datang. Masihkah berharap kepada sistem kapitalisme sekuler? Padahal, ada hukum yang lebih baik yaitu yang datangnya dari Allah Swt., Sang Pencipta yang telah menciptakan manusia dan alam semesta beserta isinya.

Jaminan pendidikan adalah hak yang sudah semestinya diberikan negara kepada warganya. Islam telah menetapkan bahwa penguasa wajib menyediakan layanan pendidikan itu secara cuma-cuma. Rasulullah saw. bersabda, "Khalifah  adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka.” (HR Bukhari)

Potret kepedulian yang luar biasa terhadap pendidikan nampak dari bagaimana Rasulullah saw. menetapkan para tawanan perang Badar untuk menebus dirinya dengan mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Tebusan seperti ini dalam Islam merupakan hak baitulmal (kas negara). Artinya negara menyediakan layanan pendidikan secara gratis dengan menggunakan kas negara. 

Tercatat dalam sejarah para khalifah juga menunjukkan betapa pendidikan adalah salah satu pondasi utama dalam mewujudkan manusia yang berkualitas. Misal, sekolah Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Setiap siswa menerima beasiswa berupa satu dinar emas. Sehari-harinya mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Tersedianya fasilitas sekolah, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Pada level ini tentu para pelajar akan merasa tenang dan bersemangat dalam belajar. Jauh berbeda dengan mekanisme pinjol untuk kuliah yang hanya akan membebani mahasiswa. 

Begitulah Islam dalam menjalankan fungsi sejatinya sebagai pengurus urusan umat. Khalifah akan memastikan bahwa semuanya berjalan sesuai syariat. Namun, hal ini hanya dapat terwujud dalam penerapan Islam yang kafah. Oleh karenanya, tidak perlu menunggu lama, mari kita satukan pikiran dan perasaan agar Islam dapat diterapkan kembali sebagaimana mulanya. Wallahualam bissawab. []