Krisis Marwah DPR?

Daftar Isi

Negeri ini masyarakatnya telah rusak dengan sekularisme

Indonesia yang mengakui agama sebagai sumber hukum nyatanya belum mampu mengatur permasalahan judi online


Penulis Kiki Zaskia, S. Pd

Pegiat Literasi 


Siddiq-news.com, OPINI -- Perkembangan digitalisasi di Indonesia memperlihatkan potret sisi gelap yang memilukan dengan maraknya situs judi online (judol). Pelakunya beragam. Mulai dari kalangan pelajar, ibu rumah tangga, bahkan mirisnya oleh oknum anggota dewan perwakilan rakyat (DPR). 

Berdasarkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam rapat Komisi III DPR RI dengan PPATK pada Rabu (26/6/2024), terungkap bahwa ada 1.000 lebih anggota dewan di pusat dan daerah (DPR dan DPRD) yang bermain judi online. Bahkan disinyalir, setiap anggota legislatif dapat menyetorkan uang deposit dari ratusan juta hingga Rp25 miliar. 

Dewan perwakilan rakyat yang digadang-gadang menjadi wakil rakyat untuk perbaikan negeri justru melakukan aktifitas yang amoral. Padahal, kompleksitas permasalahan negeri ini. Masalah generasi yang kian merosot moralnya, perempuan yang masih marak mendapatkan kekerasan seksual, dan lingkaran kemiskinan yang tidak ada jalan keluarnya secara fakta. Serta permasalahan lainnya. 

Jika perilaku wakil rakyat bermain judol, apakah ini menandakan Indonesia negeri yang melegalkan judi? Naudzubillahi min dzallik

Sekularisme Biang Judol

Hal yang perlu diinsafi bahwa negeri ini masyarakatnya telah rusak dengan sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Indonesia yang mengakui agama sebagai sumber hukum nyatanya belum mampu mengatur permasalahan judi online. Masyarakat kian permisif dengan nilai agama mengenai pelarangan judi. Padahal, tidak ada agama manapun yang menghalalkan judi, sebab merusak jiwa.

Di samping itu keadaan global setiap negeri yang mengemban kapitalisme dalam segala aspek kehidupan. Sehingga judi online ini telah berkembang menjadi organisasi kejahatan terbesar yang sulit untuk diberantas secara tuntas. Judi online yang masih berkembang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) seolah tak ada jalan keluar sebab pejabat dan aparat keamanan juga ikut terlibat. 

Sebagaimana yang dialami oleh salah satu wartawan Tribarata TV sebab memuat tulisan terkait aktivitas perjudian di daerah Karo yang melibatkan prajurit TNI berinisial HB sebelum peristiwa tersebut. Serta, HB yang meminta agar berita itu tidak dimuat. 

Adapun, dari kementerian terkait yang berupaya untuk memutus akses situs judi online masih terkendala dengan negeri lain seperti Filipina dan Kamboja karena berbeda regulasi tentang judi online

Sehingga, untuk memutus rantai judi online ini pada dasarnya bukan hanya pada tataran secara teknis namun secara paradigmatis. Ketika pemerintahan, termasuk politisi, serta pejabat keamanan negara mampu hadir memberikan solusi tuntas untuk memberantas judi online tidak lain dengan meninggalkan kapitalisme-sekularisme dalam kehidupan bernegara. Sebab, banyak oknum yang tidak mau kehilangan kesempatan memperoleh tumpukan harta dari hasil pengamanan judi online

Hal ini amat berbeda dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Anggota wakil rakyat disebut dengan majelis umat. Majelis umat memiliki wewenang untuk memuhasabahi khalifah, serta pejabat daerah. Keberadaan mereka bukan untuk melakukan legalisasi seperti pemerintah sistem demokrasi. Majelis umat hadir sebagai pengimbang kekuasaan eksekutif khalifah. 

Sebab dalam Islam meniscayakan diskusi dalam perkara yang sudah tidak ada lagi ketegasan dalam Al-Qur’an pelarangannya. Sehingga dengan ini dalam jabatan majelis umat ini harus memiliki integritas serta kredibilitas yang mumpuni. Selain itu, dalam pemilihan majelis umat ini bukan dengan cara money politik sebagaimana yang terjadi kini. Namun, umat memilih sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. 

Dengan ini, tentu makin memperjelas bahwa keadaan negeri ini makin berada di ujung tanduk kehancuran. Apabila umat tidak kembali dengan aturan pencipta yaitu khilafah Islamiyah. 

Wallahualam bissawab. []