Biaya Pendidikan Mahal, Keniscayaan dalam Sistem Ekonomi Kapitalis

Daftar Isi

Seharusnya pemerintah memahami bahwa pendidikan adalah investasi peradaban masa depan

Generasi yang berpendidikan akan berkontribusi membangun peradaban bangsa yang maju


Penulis Neneng Hermawati 

Pendidik Generasi Cemerlang 


Siddiq-news.com, OPINI -- "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR Ibnu Majah

Hadis di atas adalah contoh dari sekian banyaknya hadis yang terkait dengan menuntut ilmu dan keutamaannya. Pendidikan menjadi sangat penting untuk diraih, dan termasuk kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Pendidikan menjadi salah satu penopang bagi kemajuan suatu bangsa. Masyarakat pun menilai bahwa dengan pendidikan tinggi dapat memperbaiki kondisi kehidupan mereka.

Namun saat ini, mengenyam pendidikan sampai ke tingkat perguruan tinggi menjadi beban yang sangat berat, sebab biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit. Mahalnya biaya pendidikan tinggi di negeri ini, tidak terlepas dari konsekuensi status perguruan tinggi negeri badan hukum (PTN-BH), di mana kinerja pembiayaannya tidak mungkin semata dari subsidi. Alokasi dana APBN untuk pendidikan sangat rendah yakni 20 persen dari APBN. Dan ternyata dana yang kurang tersebut harus didistribusikan ke banyak pos pendidikan. Salah satunya perguruan tinggi di mana harus membiayai 85 PTN di seluruh Indonesia.

Minimnya subsidi pemerintah untuk operasional PTN, maka harus mencari dana segar, di antaranya dengan penetapan biaya kuliah yang sangat mahal. Bagi mahasiswa yang tidak cukup memiliki biaya untuk membayar uang kuliah, menjadi beban tersendiri, apakah melanjutkan atau mengundurkan diri. 


Di tengah kesulitan mahasiswa membiayai pendidikannya, wacana student loan atau pinjaman online disetujui dan didukung oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. "Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol." Masih menurutnya, "Adopsi sistem pinjaman online (pinjol) melalui perusahaan P2P lending dilingkungan akademik adalah bentuk inovasi teknologi." (cnnindonesia, 3/7/2024)

Miris, rasanya menyimak pernyataan Menko PMK tersebut, yang menyetujui pinjol kepada mahasiswa sebagai jalan keluar bagi mahasiswa yang kesulitan membayar biaya kuliah dan juga sebagai bentuk inovasi teknologi semata, tidak memikirkan lebih jauh terhadap dampak yang akan terjadi ketika terjerat dengan pinjol.

Semua ini membuktikan kepada kita bahwa inilah sikap pejabat yang lahir dari sistem sekuler kapitalis. Mereka lepas tangan terhadap tanggung jawab melayani pemenuhan tercapainya pendidikan bagi rakyatnya. Paradigma yang dibangun seorang pemimpin dalam sistem sekuler kapitalis bukanlah mengurusi dan melayani kebutuhan rakyatnya, tapi sebagai fasilitator pengusaha dengan rakyatnya, seperti wacana saat ini, antara pengusaha pinjol dengan mahasiswa. Rakyat diminta untuk membiayai sendiri ketika ingin meraih pendidikan tinggi. 

Sungguh ironis, bagaimanapun juga, pinjol tidaklah menyelesaikan masalah tetapi mendatangkan masalah. 

Riba tetaplah haram, dan dapat menghantarkan kerusakan dan merusak masyarakat. Jelaslah dalam firman Allah Swt. ... padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba ..." (QS Al-Baqarah: 275) dan juga sabda Rasulullah saw. "Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah." (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-thabrani)

Seharusnya pemerintah memahami bahwa pendidikan adalah investasi peradaban masa depan. Generasi yang berpendidikan akan berkontribusi membangun peradaban bangsa yang maju, sehingga sangat disayangkan generasi penerus estafet negeri ini tidak berkualitas hanya karena sulitnya menempuh perguruan tinggi dengan komersialisasi pendidikan oleh negara.

Sulitnya memperoleh pendidikan tinggi yang berkualitas tidak akan mungkin terjadi di dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam diatur masalah pendidikan, mulai dari penyelenggaraan dan pembiayaannya. Hal tersebut dilandasi dari kewajiban menuntut ilmu bagi seorang muslim, serta pandangan peran pemimpin dalam sistem Islam adalah sebagai pengurus dan pelayan dalam mengurusi urusan rakyatnya. Maka Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok rakyat yang harus disediakan oleh negara, dengan biaya murah bahkan gratis tetapi tetap berkualitas pula. 

Semua rakyat memperoleh hak yang sama atas pelayanan tersebut. Negara memiliki sumber pembiayaan terhadap semua pelayanan umum bagi rakyatnya. Baik berasal dari sumber pemasukan berupa kepemilikan umum, seperti sumber daya alam ataupun dari fai, kharaj, dan jizyah. Inilah  bentuk sikap dan paradigma pemimpin Islam dalam melayani pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk penyediaan fasilitas pendidikan dan pembiayaannya. Pemimpin dalam sistem Islam tidak akan melepaskan kewajibannya sebagai pengatur urusan rakyat, karena jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt..

Oleh karena itu, akankah kita masih percaya dan tetap mempertahankan sistem ekonomi kapitalis yang sudah terbukti menyengsarakan manusia? Sudah saatnya kita sebagai muslim kembali kepada sistem Islam yang dibuat oleh Allah Swt. untuk kebaikan manusia seluruhnya.

Wallahualam bissawab. []